Selasa, 06 Desember 2011

Kisah Rajawali Yang Salah Paham : Bila Motivasi Saja Tidak Cukup

Alkisah ada seorang petani yang menemukan telur burung rajawali di sawah dan dibawanya pulang, kemudian diletakkannya telur tersebut di tempat telur-telur ayam miliknya sehingga dierami pula oleh sang induk ayam. Maka ketika telur-telur ayam tersebut menetas, ikut pula telur rajawali ini menetas. Meskipun badan dan sayap-sayapnya berbeda dengan kakak-kakaknya, sang induk ayam tidak pernah membedakan ‘anak bungsu’ ini dari kakak-kakaknya. Hari demi hari tumbuh besar bersama kakak-kakaknya, semakin bedalah postur tubuh dan sayap rajawali ini dengan kakak-kakaknya, tetapi dia tetap merasa bahwa dia bagian dari keluarga yang sama yaitu keluarga ayam.

Suatu hari dia melihat burung yang gagah perkasa terbang di angkasa – burung rajawali, dia bertanya ke kakak-kakaknya, makhluk apakah gerangan yang ada di atas sana ? sang kakak menjawab bahwa itulah makhluk langit – burung rajawali – yang berbeda dengan dengan kita-kita makhluk bumi yaitu keluarga ayam.

Hari demi hari hidup bersama kakak-kakaknya keluarga ayam, semakin jauh perbedaan adik bungsu ini, sampai suatu hari kakak-kakaknya sadar bahwa adiknya memang sangat berbeda. Diamatinya benar-benar sang adik ini, kemudian dilihatnya pula burung yang gagah perkasa di angkasa. Maka kakak-kakanya sadar bahwa sang adik tidak lain adalah burung rajawali seperti yang biasa mereka lihat gagah perkasa di langit sana.

Diyakinkannyalah sang adik bungsu bahwa dia sesungguhnya adalah rajawali makhluk langit yang gagah perkasa dan disuruhnya pula sang adik untuk terbang ke angkasa, tetapi karena sang adik seumur-umur hidup bersama kakaknya bangsa ayam – dia tidak bisa terbang. Bahkan meskipun memiliki postur tubuh dan sayap yang berbeda, sang adik juga tidak merasa bahwa dirinya adalah rajawali – dia merasa bahwa dirinya adalah ayam.

Dengan segala upaya kakak-kakaknya meyakinkan si bungsu bahwa dirinya adalah rajawali yang seharusnya bebas terbang dengan perkasa mengarungi angkasa, sang adik tetap tidak bisa terbang – dia tetap merasa bahwa dirinya ayam dan dia puas untuk hidup bersama keluarga ayam yang dikenalnya sejak dia lahir.

Tidak menyerah untuk membantu sang adik menemukan takdirnya sebagai burung rajawali, suatu hari kakak-kakaknya mengajak si bungsu ini untuk berjalan mendaki gunung yang tinggi sampai menemukan tebing yang curam. Dibujuknya pula sang adik untuk melongokkan kepalanya dan melihat keindahan lembah dibawah sana, dan dalam posisi inilah sang adik didorong ke arah tebing yang sangat curam tersebut.

Apa yang terjadi ? Ternyata sang adik dengan gerak refleksnya bisa langsung terbang tinggi sebagai burung rajawali yang gagah perkasa, selama ini dia hanya salah paham mengira bahwa dirinya adalah ayam !.

Banyak diantara kita yang memiliki potensi untuk berkarya dalam berbagai bidang, namun karena kita salah paham terhadap potensi yang kita miliki sendiri, kita juga salah memilih lingkungan bergaul atau bekerja – kita tidak bisa secara optimal mengaktualisasikan potensi tersebut.

Dalam bidang usaha misalnya, tidak terhitung buku kita baca, berbagai pelatihan motivasi-pun sudah kita ikuti; tetapi kita tidak kunjung bisa ‘terbang’ dan tetap puas untuk berada dalam keluarga pegawai. Sampai-sampai kita-pun seperti rajawali yang salah paham, mengira bahwa ‘makhluk langit’ – para pengusaha- adalah bukan kita.

Kita mengira bahwa yang bisa mengolah segala sumber kekayaan alam yang melimpah negeri ini adalah orang lain, bukan kita. Yang punya tambang emas, tambang minyak, nikel, hutan industri, mengambil ikan di laut yang luas, memproduksi daging yang cukup, susu yang cukup dlsb.dlsb. adalah bangsa lain yang bukan bangsa kita.

Maka bila motivasi saja tidak cukup untuk membuat kita menjadi rajawali yang bisa terbang tinggi, bisa jadi satu-satunya jalan adalah memang harus diciptakan situasi yang memaksa kita untuk mengeluarkan seluruh potensi yang sesungguhnya ada pada diri kita ini. Siapa tahu sebagian dari diri kita sejatinya memang ‘rajawali’ yang selama ini hanya salah paham dan mengira diri kita sendiri ‘ayam’ ? Wa Allahu A’lam.

 

Senin, 24 Oktober 2011

Fiqih Mitra Kerja Perspektif Al-Qur'an


  
Mitra Kerja
Komunitas semut petani telah membuktikan hal di atas. Setiap dari mereka punya tugas masing-masing, di antara mereka ada yang bertugas mendatangkan serpihan-serpihan daun (semut pemotong daun, atau semut parasol) untuk dijadikan bahan baku pembuatan jamur di lahan pertanian yang telah tertata rapi di sarang. Di antara mereka ada pula yang bekerja membersihkan dedaunan tersebut dari bakteri (semut sterilisasi), kemudian mengunyahnya hingga hancur seperti bubur, dan meratakannya ke lantai pertanian sebagai media subur tumbuhnya jamur (semut-semut seperti ini menghabiskan seluruh masa hidupnya di sarang, ukuran mereka 2 mili meter, lebih kecil dari jenis semut lain), serta menyemai jamur, (jamur membutuhkan waktu 24 jam setelah disemai untuk dipanen). Setelah dipanen semut-semut yang mendistribusikan jamur (semut distribusi) lebih mengutamakan rekan mereka, khususnya semut-semut pekerja, dari diri mereka sendiri. Tentunya, dengan cara kerja seperti ini semua kebutuhan mereka terpenuhi, mulai dari koloni semut pemotong daun, dan koloni semut pembuat jamur.
Selanjutnya, para semut pekerja membersihkan sisa-sisa daun pembuatan jamur dari bilik pertanian mereka hingga bersih dengan membuang kotoran tersebut di tempat yang cukup jauh. Mereka melakukan tugas ini tanpa mengenal istirahat dan keluh-kesah, Di lain sisi, ada kelompok semut lain yang bertugas menjaga pertahanan sarang (semut defensi), mereka adalah prajurit yang berani dan gagah perkasa (mereka lebih berat 300 kali dari spesies lain), mereka tidak akan melepaskan gigitannya, meski bagian tubuhnya telah tercabit-cabit demi mempertahankan kelangsungan hidup mereka. [[1]]
Hemat penulis, dari paparan singkat kehidupan semut petani di atas, ada beberapa asas mendasar dari terciptanya mitra usaha yang dinamis dan harmonis:
a. Bekerja dengan ikhlas tanpa mempermasalahkan posisi atau jabatan
Tidak ada dari komunitas semut yang mempermasalahkan posisi dan tugasnya, setiap dari mereka bekerja dengan ikhlas demi kelangsungan hidup mereka.
Di lain sisi, setiap struktur kerja manusia pasti melibatkan komponen-komponen masyarakat secara langsung dalam pekerjaan tersebut. Dan pastinya, kinerja setiap anggota ditentukan oleh jabatan yang tengah dipegangnya, dan tentunya pula, setiap pekerjaan tidak akan mendatangkan hasil maksimal jika setiap dari mereka tidak bertanggung jawab penuh terhadap tugas masing-masing.
Mereka layaknya berada di sebuah kapal yang sedang berlayar di lautan lepas. Di sana ada kapten, awak-awak kapal, dan penumpang. Jika salah seorang dari mereka melalaikan tugas, atau ada yang secara sengaja atau tidak sengaja membocorkan kapal, maka semua akan ditelan bersih oleh ombak, dan ikan-ikan pemangsa. Olehnya itu, keikhlasan bekerja tanpa melihat jabatan yang dijalankan merupakan kunci utama kesuksesan sebuah mitra kerja.
Rasa tidak puas dengan jabatan dapat menjerumuskan seseorang ke jurang kedengkian, puji diri, dan ego. Jika sifat-sifat seperti ini telah menjalar ke dalam sendi-sendi kehidupan, maka pekerjaan yang bisa rampung dalam jangka waktu sehari menjadi dua hari, seminggu menjadi sebulan, dan sebulan menjadi berbulan-bulan, karena pada saat itu setiap dari mereka hanya mementingkan kemaslahatan pribadi, enggan mengulurkan tangan jika tidak ada keuntungan materi atau popularitas yang bisa diharapkan. Bukan hanya itu, rasa ingin menang, tenteram dan bahagia di atas penderitaan orang lain seringkali datang menari-nari di benak mereka, sehingga yang terjadi tidak lain kecuali perpecahan dan pertikaian.
Ini telah ditekankan Allah SWT pada firman-Nya berikut ini:
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kehilangan kekuatan.” (QS. al-Anfal [8]: 46)
Bediuzzaman Said Nursi dengan mengedepankan ayat di atas, beliau berkata:
“membiarkan hawa nafsu bersikap ego, mencari pangkat dan kedudukan agar menjadi perhatian manusia, serta senang kepada sanjungan orang karena motivasi ingin terkenal dan populer, semua ini adalah penyakit kejiwaan yang kronis, dan pintu terhadap syirik yang samar, yaitu riya dan ujub yang menghancurkan keikhlasan.” [[2]]
Keikhlasan beramal seperti ini hanya dapat dicapai oleh mereka yang mensyukuri apa yang ada di genggaman, dan tidak melihat apa yang sedang beterbangan di khayalan berupa pangkat dan jabatan.
Rasul Saw telah memberikan pujian kepada mereka dalam sabdanya:
“Ridhailah apa yang Allah SWT telah berikan kepadamu, maka Anda akan menjadi orang yang paling kaya.” [[3]]
b. Berusaha menciptakan pribadi kolektif dan rasa ingin berbagi dengan sesama
Pelbagai masalah kehidupan tidak dapat dipecahkan oleh kejeniusan seseorang. Ini terlihat dalam kehidupan masyarakat setiap hari.
Rumah yang berdiri kokoh butuh kepada tenaga-tenaga terampil. Di antara mereka ada yang merancang fondasi rumah dan pagar, ada pula yang membuat batu-bata, semen, dan besi. Mustahil ada satu orang yang mempelajari semua keterampilan tersebut demi membangun dengan sendirinya sebuah rumah. Akan tetapi, kerjasama memberikan peluang kepada seseorang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang dimiliki. Kiaskanlah semua aspek-aspek kehidupan pada contoh sederhana ini.
Olehnya itu, Al-Qur’an sejak awal menyeru kita untuk saling tolong menolong. Allah SWT berfirman:
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. al-Maidah [5]: 2)
Meskipun dengan singkat ayat ini menyerukan kerjasama, tetapi ia menyuguhkan lautan makna.
Syekh Mutawalli as-Sya’rawi berkata: “Kata (at-Taawun), yang artinya bekerja sama, menandakan bahwa ada pihak penolong dan pihak yang tertolong. Akan tetapi, si penolong tidak selamanya menolong, namun di lain waktu ia bisa saja mengulurkan tangan minta bantuan, dan yang tertolong di lain waktu ia bisa menjadi penolong. Itulah gerak kehidupan dan formula mujarab untuk memakmurkan bumi.” [[4]]
di lain pihak, Imam Fakhruddin ar-Razi berkata: “kata (al-Birri) yang berarti kebaikan meliputi pelbagai objek kebaikan, itu mengindikasikan bahwa pintu kebaikan terbuka lebar bagi mereka yang ingin datang mengetuknya.”[[5]]
Dan Syekh bin Asyur tidak ketinggalan menorehkan salah satu makna yang dibiaskan ayat di atas, beliau berkata: “Di antara faedah kerjasama adalah menjalankan pekerjaan dengan mudah, mendatangkan kemaslahatan bersama, memperlihatkan persatuan dan solidaritas, sehingga ia menjadi akhlaq umat secara menyeluruh.” [[6]]
Hemat penulis, penafsiran yang beraneka ragam tersebut menyuarakan pentingnya kerjasama dalam sebuah mitra usaha yang saling menguntungkan, tidak saling merugikan, seperti parasit yang mengambil cadangan makanan pepohonan lain. Kerjasama seperti ini menciptakan kepribadian kolektif, yaitu: keuntungan dinikmati bersama, kerugian dipikul bersama, dan setiap dari mereka punya kesempatan yang sama dalam memperoleh pahala Allah SWT.
Said Nursi telah memaparkan hal tersebut dengan begitu jelasnya di bawah ini:
“Sesungguhnya zaman ini terhadap ahli hakikat adalah zaman kebersamaan, dan bukanlah zaman individualisme, zaman menampakkan ego dan kecongkakan. Karena hanya ruh kepribadian kolektif (Syakhsiyah Maknawiyah) dari jamaah yang akan kekal bertahan menghadapi pelbagai banyak tantangan dan cobaan. Maka demi menggapai kolam besar, seyogianya seseorang itu menceburkan diri, ego, dan kecongkakannya yang seperti butir salju ke kolam tersebut hingga mencair, karena jika tidak demikian maka pasti mencair sendiri butir salju tersebut, dan  berlalu begitu saja, dan kesempatan pun hilang untuk mengambil manfaat dari kolam itu juga” [[7]]
c. Senasib dan saling tanggung-menanggung
Dalam komunitas semut, tidak pernah dijumpai seekor semut yang kelaparan dan kehausan, atau tidak punya tempat tinggal. Genangan air dikerumuni bersama, layaknya manusia yang sedang berkerumun menyaksikan akrobat, setetes air diisap berduaan, dan sebatang roti besar dipikul bersama. Itulah contoh kecil yang diinginkan seruan Al-Qur’an saat menyuarakan kerjasama.
Namun, kenapa di lingkungan sekitar kita masih terlihat juga orang-orang yang tergeletak di pinggir jalan, tidur di bawah kolong jembatan, bahkan di atas  pohon, aksi ngamen dan perampokan di kota-kota besar dengan pelbagai cara. Bukankah ini menandakan  bahwa seruan Al-Qur’an telah diabaikan dan dipandang sebelah mata?
Bagaimanapun jawaban yang dibeberkan, tetap saja ada ketimpangan sosial dalam masyarakat seperti ini.
Said Nursi telah menggarisbawahi dua kalimat yang memicu kesenjangan sosial seperti ini, Beliau berkata:
“Di sana ada dua kalimat yang memicu segala kekacauan, kerusuhan dan  dekadensi moral lain dalam kehidupan sosial manusia. Kalimat pertama adalah: “Jika saya kenyang, maka tidak ada dosa bagiku atas kematian seseorang akibat kelaparan.” Kalimat kedua: “Anda bekerja supaya saya bisa menikmati hasil jerih payahmu, dan Anda capek peras keringat supaya saya bisa beristirahat dengan tenang melahap hasilnya.” Kemudian, yang menyirami dan melestarikan kedua kalimat ini adalah praktek riba dan pengelolaan zakat yang tidak terorganisir.” [[8]]
Kenapa kemanusiaan yang begitu mulia terpuruk begitu jauh, bukankah mereka bagian dari kehidupan, dan punya hak dari mitra usaha yang sedang digalakkan oleh pihak-pihak tertentu dalam skala lokal dan nasional? Jangan pikir bahwa mitra usaha itu hanya mementingkan orang-orang yang terlibat dalam sebuah kesepakatan kerja. Akan tetapi, mitra usaha Islam bukan hanya berperan menyejahterakan mereka yang berada dalam lingkaran kerja, tetapi juga berupaya meringankan beban orang-orang yang tidak mampu. Bukankah sepatutnya kita merasa malu kepada komunitas semut yang tidak pernah membiarkan satu pun dari mereka hidup sendiri berjuang menghadapi rasa lapar dan dahaga? Patutkah kita seperti ini?
Di penghujung tulisan ini, saya mengajak pemerhati tema-tema keislaman untuk menyuarakan seruan Islam di bawah ini:
“Anda boleh saja merancang struktur mitra usaha sesuai dengan keinginan Anda, tetapi kedepankan kerjasama, utamakan kesejahteraan bersama, gapai kemakmuran yang merata dan pembagian properti yang adil, jauhkan kemaslahatan pribadi, nampakkan di permukaan kemaslahatan bersama, dan lihat orang-orang di sekitar Anda yang butuh uluran tangan guna meringankan penderitaan mereka. Di posisi manapun Anda, baik selaku penanam saham, pemilik aset, konsultan, karyawan perusahaan, ataupun buruh kasar, Anda tetap wajib memperhatikan aturan baku ini. Selamat menjalin mitra kerja yang harmonis dan dinamis!”

Catatan Kaki:
[[1]] Lihat:http://dikdrum.blogspot.com/2009/06/keunikan-semut-pemotong-daun.html
http://indonesia.soup.io/post/14597463/Tugas-2-Teori-Ankoloni-Semut-Sistem-Pakar
 [[2]] Bediuzzaman Said Nursi, al-Lama’ât, diterjemahkan oleh Ihsân Qâsim as-Shâlihî, Dâr Sôzler, Cairo-Egypt, cet. 4, 2004 m, hlm. 249
 [[3]] Imam al-Ajalûni berkata: “Hadits ini diriwayatkan Imam Ahmad, at-Tirmidzi dari Abi Hurairah dengan sanad yang lemah.” [lihat: Syekh Ismâil Muhammad al-Ajalûni, , Kasyf al-Khafa' wa Muzîl al-Iltibâs amma Sytahara min al-Ahâdîts ala Alsinati an-Nâs, Maktabah al-Qudsi, cet. 1451 h. vol. 1, hlm. 43
 [[4]] Syekh Sya’rawi, Tafsir Syekh Sya’rawi, Akhbar al-Yaum, vol. 5, hlm. 2907
 [[5]] Lihat: Imam Fakhruddin ar-Razi, Mafâtihul Gaib, Dar al-fikr, Beirut, cet. 1, 1401 h/1981 m, vol. 5, hlm. 40
 [[6]] Syekh Muhammad Thahir bin Asyur,  at-Tahrir wa at-Tanwir, Dar Sahnun, Tunis, cet. 1, 1997 m, vol. 6, hlm. 88
 [[7]] Said Nursi, Mursyid Ahli al-Qur’an ila Haqâiq al-îmân, dialihbahasakan oleh Ihsân Qâsim as-Shâlihî, Zosler, Kairo, cet. 3, 2001, hlm. 101-102
 [[8]] Saîd Nûrsî, al-Maktûbât, vol. II, dialihbahasakan oleh Ihsân Qâsim as-Shâlihî, Dar Sôzler, Kairo, cet. 2, 1995, hlm. 355

Minggu, 10 April 2011

Pengalaman Bisnis, Sukses Abdurrahman bin Auf


sungguh dalam rentang 14 abad Islam menaungi 2/3 belahan dunia, merahmati alam raya, peradaban Islam telah banyak melahirkan pribadi-pribadi yang mengguncang dunia. Salah satunya adalah sahabat Abdurrahman bin Auf melalui keteladanannya sebagai muslim sejati, termasuk dalam berbisnis yang dilakukannya pada abad 1 Hijriah. Beliau termasuk generasi sahabat yang masuk Islam sangat awal, menjadi orang kedelapan yang bersahadah 2 hari setelah Abu Bakar. Beliau termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.

Sungguh banyak teladan yang dapat direngkuh dari sepak terjang bisnis beliau. Salah satunya adalah pada aspek prinsip manajemen bisnis yang dipegang kuat dan diterapkan secara konsisten dan penuh komitmen. Beberapa prinsip beliau yang telah dikenal luas adalah bahwa beliau hanya berbisnis barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun; keuntungan bisnis yang didapat dinikmati dengan menunaikan hak keluarga dan hak Allah, untuk perjuangan di jalan Allah; dan menjadikan harta perniagaan sebagai sesuatu yang dikendalikannya, bukan yang mengendalikannya.



Prinsip-prinsip manajemen bisnis itu pun dibuktikannya.Diantaranya adalah :



(1) Berbisnis barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun.



Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga sahabat lainnya, Utsman bin Affan ra. yang juga pengusaha sukses dan sudah sangat kaya pun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkah”.



(2) Keuntungan bisnis yang didapat dinikmati dengan menunaikan hak keluarga dan hak Allah, perjuangan di jalan Allah.



Ketika Rasullullah SAW membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang sedang musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas (1 uqiyah setara dengan 50 dinar) sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah SAW “ Sepertinya Abdurrahman berdosa kepada keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya”. Mendengar ini, Rasulullah SAW bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu ?”, “ Ya!” Jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan”. “Berapa ?” Tanya Rasulullah. “ Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya. Subhanallahu.



(3) Menjadikan harta perniagaan sebagai sesuatu yang dikendalikannya, bukan yang mengendalikannya.



Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan antara lain 40.000 Dirham, 40.000 Dinar, 200 uqiyah emas, 500 kuda, dan 1.500 unta.



Banyak dan sering sekali, beliau menggunakan hartanya untuk diinfaqkan. Sampai- sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”.

Dengan begitu banyak harta yang diinfaqkan di jalan Allah, ketika meninggal pada usia 72 tahun beliau masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1.000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Artinya, kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2.560.000 Dinar. Subhanallahu… Allahu akbar!!! Sok atuh silakan dikonversi ke rupiah. Daripada pusing, nih saya pinjamkan hitungan mbah kalkulator. Ternyata jumlah itu setara dengan 3.8 triliun rupiah. Bayangkan sodara, nilai yang begitu fantastis diraih di masa yang sederhana, belum ada internet dengan bisnis online-nya. Weleh-weleh, gak kebayang dah.


Islam sebagai agama yang sempurna dan hadir dengan sistemnya yang sempurna telah melahirkan pebisnis-pebisnis yang muantap layaknya Abdurahman bin Auf. Inilah salah satu sosok muslim terbaik yang bisa kita rujuk. Agar kita bisa mendekati, menyamai dan bahkan mengungguli beliau agar bisnis yang berjalan mulus, dakwah yang kuenceng dan kedermawanan yang juga muantap. So, gak usah nunggu esok. Kita mulai dari sekarang!



Alhamdulillah…Luar Biasa…Allahu Akbar!!!



Muhammad Karebet Widjajakusuma
(D'Rise#5)

Sabtu, 02 April 2011

10 STEP TO ENTERPRENEURSHIP

1. START WITH A DREAM
Mulailah dengan sebuah mimpi. Semua bermula dari sebuah mimpi dan keyakinan akan produk yang akan kita tawarkan.
A dream is where it all started:
Pemimpilah yang selalu menciptakan dan membuat sebuah terobosan dalam produk, cara pelayanan, jasa, ataupun idea yang dapat dijual dengan sukses. Mereka tidak mengenal batas dan kerterikatan, tak mengenal kata 'tidak bisa' ataupun 'tidak mungkin'.

2. LOVE the products or services
Cintailah produk anda.
Kecintaan akan produk kita akan memberikan sebuah keyakinan kepada pelanggan kita dan membuat kerja keras terasa ringan. Membuat kita mampu melewati masa2 sulit. Setiap awal usaha selalu akan ada banyak halangan ataupun kesulitan yang bertubi tubi, kecintaan akan produk kita yang akan membuat kita bekerja keras dengan senang hati.
Enthusiastism and Persistence:
Antusiasme dan keuletan sebagai pertanda cinta dan keyakinan kita akan menjadi tulang punggung keberhasilan sebuah usaha yang baru.

3. Learn the BASICS of BUSINESS.
Pelajarilah fundamental business.
BEYOND THE *buy low, sell high, pay late, collect early*:
Tidak akan ada sukses tanpa sebuah pengetahuan dasar untuk business yang baik, belajar sambil bekerja, turut kerja dahulu selama 1-2 tahun untuk dapat mempelajari dasar2 usaha akan membantu kita untuk maju dengan lebih baik.Carilah -guru-
yang baik.

4. Willing to take CALCULATED RISKS.
Ambilah resiko.
The gain that u will be able to achieve is directly proportional to the risk taken:
Berani mengambil resiko yang diperhitungkan merupakan kunci awal dalam dunia wirausaha, karena hasil yang mungkin dicapai akan proporsional terhadap resiko yang diambil. Sebuah resiko yang diperhitungkan dengan baik2 akan lebih banyak memberikan kemungkinan berhasil. Dan inilah faktor penentu yang membedakan -entreprenneur- dengan -manager-. Entrepreneur lebih dibutuhkan pada tahap -awal- pengembangan perusahaan, dan -manager- dibutuhkan untuk mengatur perusahaan yang telah maju.

5. Seek advice, but follow your belief.
Carilah nasehat dari pakarnya, tapi ikuti kata-hati kita.
Consult Consultants, ask the experts, but follow your hearts.
Entrepreneur selalu mencari nasehat dari berbagai pihak tapi keputusan akhir selalu ada ditangannya dan dapat diputuskan dengan -indera ke enam- nya.

6. Salesmanship and Customer understanding.
Komunikasi yang baik dan kepiawaian menjual.
Pada fase awal sebuah usaha, kepiawaian menjual merupakan kunci-sukses. Dan kemampuan untuk memahami dan menguasai hubungan dengan pelanggan akan membantu mengembangakan usaha pada fase itu.

7. Work HARD, 7 days a week, 18 hours a day.
Kerja keras.
Ethos kerja keras sering dianggap sebagai mimpi kuno dan seharusnya diganti, tapi hard-work and smart-work tidaklah dapat dipisahkan lagi sekarang. Hampir semua successful start-up butuh workaholics. Entrepreneur sejati tidak pernah lepas dari kerjanya, pada saat tidurpun otaknya bekerja dan berpikir akan businessnya. Me-lamun-kan dan memimpikan
kerjanya.

8. Make friends as much as possible.
Bertemanlah sebanyak-banyaknya.
Pada harga dan kwalitas yang sama orang membeli dari temannya, pada harga yang sedikit lebih mahal, orang akan tetap membeli dari teman. Teman akan membantu mengembangkan usaha kita, memberi nasehat, membantu menolong pada masa sulit.

9. Deal with FAILURES.
Hadapi kegagalan
Kegagalan merupakan sebuah vitamin untuk menguatkan dan mempertajam intuisi dan kemampuan kita ber wira usaha, selama kegagalan itu tidaklah -mematikan-. Setiap usaha selalu akan mempunyai resiko kegagalan dan bilamana sampai itu terjadi, bersiaplah dan hadapilah!

10. Just Do It, NOW!
Lakukanlah sekarang juga.
Bila Anda telah siap, lakukanlah sekarang juga.
Manager selalu melakukan : READY-AIM-SHOOT, tetapi entrepreneur sejati akan melakukan READY-SHOOT-AIM!.
Putuskan dan kerjakan sekarang, karena besok bukanlah milik kita.

Sabtu, 12 Maret 2011

Hiduplah Sebagai Jiwa Yang Ikhlas

Setiap jiwa adalah jiwa kecintaan Tuhan
yang diturunkan ke alam kehidupan raga sebagai manusia
yang bertugas mewujudkan kemuliaan dari jiwanya
untuk mengindahkan kehidupan sesamanya
bagi keindahan hidupnya di surga.

Dan jiwa yang mampu memimpin dirinya sendiri
untuk keluar dari kekhawatiran, ketidak-tegasan,
penundaan, dan kemalasan,
memiliki semua potensi untuk memindahkan gunung.

Karena sesungguhnya,
kekuatan setiap jiwa dijamin oleh Sang Pencipta.

Maka marilah kita ingat kembali
pesan yang disampaikan pada hari kelahiran kita ...

Hiduplah sebagai jiwa yang ikhlas.”

=====

Sahabat saya yang baik hatinya,

Tidak mungkin jiwa yang bertanya-tanya tentang haknya untuk hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan, tidak diberikan petunjuk.

Petunjuk itu telah diturunkan dalam pemberitahuan yang isinya tak mungkin ditemukan dalam karangan manusia, dan sebagian lagi ditempelkan pada penciptaan di alam ini – agar kita bebas mengamatinya.

Tetapi, tidak sedikit orang yang membutuhkan penyelamatan, adalah justru orang-orang yang mempersulit bantuan bagi kebaikannya sendiri.

Ada orang yang sudah diberikan kecerdasan untuk mengerti nasehat baik, tetapi hatinya yang pekat dengan keluhan – membuatnya segera bertanya:

Tapi khan nggak mudah Pak?
Itu khan teori?
Khan melakukannya nggak semudah mengatakannya?
Apakah Bapak sudah membuktikan?
Kalau orang susah seperti saya apa bisa?
Bapak belum pernah miskin kaya' saya ya?

Dan yang memilukan hati, adalah orang yang hidupnya masih belum mudah dan sedang terpinggirkan, tetapi saat mendengar nasehat baik yang bisa digunakannya untuk memperbaiki kehidupan, dia menyeletuk:

Ah … biasa aja tuh …

………..

Padahal, …
jika mereka memperhatikan,
jika kita memperhatikan,
jika jiwa ini memperhatikan …

Ikhlas adalah seutuhnya menerima Tuhan dengan semua kebenaran-Nya.

Kebenaran Tuhan adalah untuk kemuliaan kita, dalam kehidupan di dunia dan dalam kehidupan setelah kehidupan ini.

Maka, ….

Jiwa yang menerima Tuhan dengan seutuhnya sebagai pemimpin kehidupannya, akan dibenarkan kehidupannya dengan cara-cara yang indah.

Tetapi jiwa yang pelik dan ketil berhitung dalam keputusan yang tarik-ulur dalam menjadikan Tuhan sebagai pemimpin kehidupannya,
dan kadang-kadang mencoba perhitungan akal-akalan untuk menyiasati kewenangan Tuhan mengenai nasibnya,
akan tetap dibenarkan kehidupannya – tetapi dengan cara-cara yang tidak akan disukainya.

Sesungguhnya, …

Keikhlasan adalah gerbang keemasan yang memisahkan kehidupan yang bebannya harus kita pikul sendiri dan kehidupan yang bebannya dipukul bersama Tuhan.

Dengannya, inilah jawaban bagi dia yang bertanya,

Apakah ikhlas itu?

Ikhlas adalah seutuhnya menerima Tuhan dengan semua kebenaran-Nya.

Bagaimana caranya untuk ikhlas?

Terimalah Tuhan dengan seutuhnya, bersama semua kebenaran-Nya.

Tetapi mengapakah ikhlas itu sulit?

Karena engkau memilih mempertahankan kebiasaan dan kesenangan mu yang tak akan memperkuat dan memuliakanmu, daripada memilih pikiran, sikap, dan perilaku yang ditetapkan oleh Tuhan sebagai jalan lurus menuju kedamaian dan kesejahteraanmu.

Apakah jaminannya bahwa hidup saya akan baik, jika saya ikhlas?

Tidak ada jaminan untuk keikhlasan, karena jaminan itu tidak diperlukan.
Yang ada adalah bukti, bahwa kurangnya keikhlasanmu telah melemahkan hidupmu.
Apakah kegelisahan hatimu tidak cukup menjadi bukti bahwa tidak ada kedamaian di luar keikhlasan?

………..


Dan sesungguhnya kita diberikan kemampuan berpikir,

untuk memilih yang memuliakan kita tanpa harus diperingatkan dengan rasa malu,
untuk mendahulukan yang harus dilakukan,
untuk meninggalkan yang tidak memuliakan,
untuk melakukan yang mudah saat ia masih mudah,
untuk memulai karena harus selesai,
dan untuk mencintai kebaikan karena hanya kebaikan yang membaikkan.

Janganlah kita akhirnya melakukan yang sudah lama dilakukan oleh mereka yang ikhlas.

………..


Sahabat saya yang baik hatinya,
yang kedamaian hatinya sangat diperhatikan oleh Tuhan

Marilah kita ikhlaskan diri untuk menjadi pribadi yang dekat dan taat kepada Tuhan; dan hidup dengan pikiran, sikap, dan perilaku yang menjadikan kita bermanfaat bagi kebahagiaan sesama.

Marilah kita memasuki gerbang keikhlasan jiwa,
yang menghubungkan kehidupan kita hari ini dengan padang rumput hijau di halaman taman pemuliaan hidup, yang namanya kebahagiaan itu.

Marilah kita mengindahkan wajah jiwa kita,
untuk bersama duduk-duduk,
atau berbaring di atas permadani rumput hijau,
yang sejuk dan lembut,
yang harum dengan aroma melati dan mawar,
yang akarnya dikayakan oleh kelembaban air suci,
dari aliran parit-parit kecil yang bening dan sesetia cermin permukaannya,
yang gemerciknya mengalunkan kidung kedamaian,
yang memantulkan keindahan biru dari langit yang lembut,
yang menggantung sebagai atap yang melindungi,
dengan kedalaman yang tak tertembus pandangan,
yang diterangi oleh sinar cemerlang yang tak menyilaukan,
yang menenggelamkan jiwa dalam alun mimpi yang setengah menidurkan,
dan yang menegakkan kesadaran dalam semedi yang agung.

Maha Indah Tuhan dalam kelembutan pemeliharaan-Nya.

Yang menjadikanku utuh dan cukup karena kebersamaanku dengan-Nya.

Engkau Tuhanku.

Aku ber-Tuhan.
Aku berterima kasih karena Kau ijinkan aku mengatakan, bahwa ...
Aku memiliki Tuhan.

Engkau lah yang memiliki semua,
maka sesungguhnya aku tak membutuhkan apa pun.

Aku hanya membutuhkan-Mu.
Karena, jika aku memiliki-Mu, aku memiliki semua.

Tuhan ku,
... amat dalam kecintaan ku kepada Mu
aku memohon ... dalam kerinduan ku untuk kelembutan kasih sayang Mu

... kasihilah aku.

... damaikanlah hatiku, indahkanlah wajahku, merdukanlah suaraku,
indahkanlah cara-caraku, baikkanlah hati sesamaku kepada ku,
kuatkanlah aku, mudahkanlah urusanku, baikkanlah rizki ku,
dan bahagiakanlah keluarga ku ...

Amien ...

...........


Duh …
seandainya pikiran ini tak dibatasi oleh bahasa …
alangkah indahnya kehidupan bagi jiwa yang bisa mengerti surga sebelum memasuki surga …

Sesungguhnya …
Tuhan tidak pernah menjadikan satu bahasa cukup untuk menggambarkan keindahan kehidupan bagi jiwa yang ikhlas,
agar kita meramahkan diri dalam mempelajari kelebihan sesama,
agar kita menerima perbedaan sebagai pengindah keberadaan,
dan semuanya itu …
agar kita menemukan cara untuk mengerti keindahan surga,
yaitu keindahan kehidupan bagi jiwa yang ikhlas.

Surga adalah keindahan kehidupan bagi jiwa yang ikhlas.

Maha Agung Tuhan dalam semua kebenaran-Nya.

………..


Sahabat saya yang hatinya dalam pemeliharaan Tuhan,

Berikut adalah dialog yang sering terjadi antara saya,
dengan jiwa saya:

………..


Jiwaku, … walaupun engkau dan aku ini – satu,
ini yang kuminta dari mu;

Wahai jiwaku, ikhlaslah.

Engkau dan aku berhak bagi keindahan hidup yang menjadi hak bagi jiwa yang ikhlas.

Maka, marilah kita berhenti hanya bertanya, tanpa bersungguh-sungguh mencoba.

Marilah kita berhenti mengharuskan Tuhan memenuhi syarat keraguan hati kita, sebelum kita ikhlas berupaya.

Marilah kita berhenti mensyaratkan semuanya mudah, sebelum kita bersedia berupaya.

Marilah kita berhenti meminta jaminan bahwa upaya kita akan dihargai oleh Tuhan, karena jaminan itu adalah kepastian bagi yang ikhlas.

Marilah kita berhenti menyalahkan Tuhan atas kelemahan-kelemahan kita, karena banyak orang yang tak sekuat kita – yang berhasil karena keikhlasannya.

Dan ini yang harus kita tetapkan sebagai kekuatan di hati kita, …

Agar kita memulai semua perjalanan menuju keberhasilan kita dari mana pun kita berada,
dengan modal apa pun yang sudah ada pada kita,
dan dengan sesegera mungkin,
dengan ketulusan dalam bekerja,
dan dengan keberserahan dalam menanti hasil dari upaya kita.

Bukankah kita mengetahui bahwa Tuhan Maha Perkasa dan Maha Kaya?

Maka terimalah ini dengan hatimu yang damai,
bahwa jika Tuhan cukup kau bahagiakan dengan kesungguhanmu,
Tuhan akan mencukupkan sekecil-kecil kekuatanmu,
untuk menyelesaikan sebesar-besar tugasmu.

Maha Besar Tuhan dalam kasih-sayang-Nya,
yang sangat mengasihi jiwa yang ikhlas.

Itu sebabnya, …
pribadi yang ikhlas - tampil lebih besar dari ukuran kemanusiannya,
dengan dia mudah melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh seribu orang,
yang mampu melihat yang tak terlihat,
yang bisa mendengar yang tak tersuarakan,
dan yang membatalkan peperangan hanya dengan menyentuh hati.

Jiwa yang ikhlas adalah jiwa yang sakti.

Itu sebabnya,
jiwa yang mampu memimpin dirinya sendiri
untuk keluar dari kekhawatiran, ketidak-tegasan,
penundaan, dan kemalasan,
memiliki semua potensi untuk memindahkan gunung.

Karena, jiwa yang ikhlas adalah jiwa yang sakti.

Tuhan mensaktikan jiwa-jiwa yang dikasihi-Nya.

………..


Sahabat saya yang mulia hatinya,

Ijinkanlah saya mencoba menyimpulkan, bahwa Anda tidak mungkin tidak ada dalam daftar jiwa-jiwa yang bersungguh-sungguh memuliakan kehidupannya, jika Anda tetap membaca sampai bait ini.

Hanya jiwa yang baik, yang mengenali upaya-upaya yang meminta ijin untuk membaikkan kehidupan.

Saya sangat terharu dan berhutang atas kebaikan hati Anda, dalam menghadiahkan diri bagi kebaikan sesama di ruang keluarga kita yang ramah dan santun ini.

Mudah-mudahan Tuhan segera membuka pintu-pintu rahmat di langit, agar tercurahkan rezeki yang menyejahterakan dan membahagiakan Anda dan keluarga tercinta.

Mudah-mudahan Tuhan menjadikan hari-hari libur yang indah ini sebagai masa penjernihan pikiran kita, masa pembeningan hati kita, dan masa pengindahan perilaku kita, agar kita bisa menjadi jiwa-jiwa ikhlas yang dicintai-Nya.

Sampai kita bertemu suatu ketika nanti ya?, agar kita bisa berlatih menggunakan kesantunan pergaulan dari jiwa-jiwa yang sudah dibangunkan rumah-rumah indahnya di surga.

Mario Teguh