Minggu, 10 Maret 2013

Syukuri dan Terus Kejar Impian

Masih ingat di benak kita, waktu kecil ketika ditanya, "Apa cita-citamu?" Dengan lantang kita menjawab: "Saya ingin jadi presiden!" Atau, "Saya ingin jadi dokter!" Dsb. Namun ketika beranjak dewasa, saat menjadi mahasiswa, pertanyaan serupa, bisa jadi jawabannya berubah: "Tidak usah dipikir, yang penting bisa lulus dulu!"

 

Banyak mahasiswa yang awalnya menghendaki masuk ke perguruan tinggi idaman atau ambil jurusan favoritnya, ketika tidak tercapai secara drastis sikap mentalnya menurun. Akibatnya mereka menjalani masa perkuliahannya dengan apa adanya. 

 

Padahal jika kita terus optimis dan bertekad baja, impian masih bisa diraih. Kita sering mengetahui, banyak orang sukses yang dahulunya hanya berlatar belakang dari perguruan tinggi di daerah dan jurusan yang kurang favorit. Perbedaannya mereka memiliki kemauan kuat dan berusaha penuh totalitas untuk mewujudkan impiannya. 

 

Maka sepatutnya kita mensyukuri setiap keadaan yang diberikan. Bangkit dari rasa malas dan buang keraguan. Miliki motivasi yang kuat, bahwa keberhasilan itu sesuatu yang indah dan membahagiakan. Untuk meraihnya harus tekun belajar, disiplin, dan terus mengembangkan keahlian. Bercermin dari keberhasilan orang lain, bila perlu minta saran atau nasihat untuk kemajuan diri. 

 

Keadaan kita hari ini tidak menunjukkan keadaan di masa depan. Justru apa yang ada di pikiran dan hati kita saat inilah yang akan menentukan masa depan. Kita sering membaca profil mahasiswa yang berprestasi yang dulunya lebih kurang beruntung dibanding keadaan kita. Jadikan hal itu sebagai cambuk bahwa jika keadaan kita saat ini lebih baik dari keadaan mereka, maka masa depan kita seharusnya bisa lebih luar biasa.

 

Jika kita mempunyai keadaan yang sama, itu berarti masa depan kita masih terbuka untuk berprestasi. Impian dan target hidup terutama sukses di dunia perkuliahan masih bisa kita kejar dan raih. Dengan semangat itu maka impian yang sempat tertunda karena keraguan, dapat kita tunjukkan dengan usaha yang maksimal. 

 

Sabtu, 02 Maret 2013

Bersyukur

Suatu ketika seseorang yang sangat kaya mengajak anaknya mengunjungi sebuah

kampung dengan tujuan utama memperlihatkan kepada anaknya betapa orang-orang

bisa sangat miskin.

Mereka menginap beberapa hari di sebuah daerah pertanian yang sangat miskin.

Pada perjalanan pulang, sang Ayah bertanya kepada anaknya.

"Bagaimana perjalanan kali ini?"

"Wah, sangat luar biasa Ayah"

"Kau lihatkan betapa manusia bisa sangat miskin" kata ayahnya.

"Oh iya" kata anaknya

"Jadi, pelajaran apa yang dapat kamu ambil?" tanya ayahnya.

 

Kemudian si anak menjawab.

 

"Saya saksikan bahwa :

 

Kita hanya punya satu anjing, mereka punya empat.

 

Kita punya kolam renang yang luasnya sampai ke tengah taman kita dan mereka

memiliki telaga yang tidak ada batasnya.

Kita mengimpor lentera-lentera di taman  kita dan mereka memiliki bintang-bintang

pada malam hari.

 Kita memiliki patio sampai ke halaman depan, dan mereka memiliki cakrawala secara

utuh.

Kita memiliki sebidang tanah untuk tempat tinggal dan mereka memiliki ladang yang

melampaui pandangan kita.

 

Kita punya pelayan-pelayan untuk melayani kita, tapi mereka melayani sesamanya.

Kita membeli untuk makanan kita, mereka menumbuhkannya sendiri.

 

Kita mempunyai tembok untuk melindungi kekayaan kita dan mereka memiliki

sahabat-sahabat untuk saling melindungi."

 

Mendengar hal ini sang Ayah tak dapat berbicara.

 

Kemudian sang anak menambahkan "Terimakasih Ayah, telah menunjukkan kepada

saya betapa miskinnya kita."

Betapa seringnya kita melupakan apa yang kita miliki dan terus memikirkan apa yang

tidak kita punya.

 

Apa yang dianggap tidak berharga oleh seseorang ternyata merupakan dambaan bagi

orang lain.

Semua ini berdasarkan kepada cara pandang seseorang.

Membuat kita bertanya apakah yang akan terjadi jika kita semua bersyukur kepada

Tuhan sebagai rasa terima kasih kita atas semua yang telah disediakan untuk kita

daripada kita terus menerus khawatir untuk meminta lebih.